Tata Ruang Kota di Indonesia

KATA PENGANTAR
          Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

          Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah menjadi lebih baik lagi.

          Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Depok,  22 November 2015

Penulis, 

I gusti agung ayu made dessy nataliasari



Daftar isi

-      Kata Pengantar .................................................................................................................1
-      Daftar Isi ........................................................................................................................ 2
-      Bab I  Pendahuluan ……………………………………………………………………………………………………..3
·       Latar Belakang .........................................................................................3
·       Rumusan Masalah ………………………………………………………………………………...5
·       Tujuan Penulisan …………………………………………………………………………………6
-      Bab II Isi ……………………………………………………………………………………………………………………..7
·       Pengertian Tata Ruang Kota ………………………………………………………………7
·       Ilmu Yang Mempelajari Tata Ruang Kota ……………………………………….9
·       Fungsi Serta Manfaat Tata Ruang Kota ……………………………………….12
·       Masalah Tata Ruang Kota di Indonesia …………………………………………13
·       Dampak Pembangunan terhadap Tata Ruang Kota ………………………18
·       Solusi Perencanaan Tata Ruang Kota …………………………………………….24
-      Bab III Penutup …………………………………………………………………………………………………………31
·       Kesimpulan …………………………………………………………………………………………..31
·       Saran ……………………………………………………………………………………………………32
-      Dokumentasi  ……………………………………………………………………………………………………………..33
-      Daftar Pustaka …………………………………………………………………………………………………………34




BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau yang dikelilingi oleh lautan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dengan adanya wilayah yang begitu luas pastinya menjadikan wilayah Indonesia memiliki banyak kota yang tersebar di masing-masing pulau, namun tata kota di Indonesia masih harus mendapatkan penanganan yang serius karena belakangan ini surat kabar atau pun media semakin sering memberitakan tentang banjir, kemacetan, polusi udara, kemiskinan, dan tentang masyarakat ataupun lingkungan di wilayah perkotaan seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan kota besar lainnya. Masalah tersebut dampak dari perbuatan manusia sendiri yang bertindak tanpa perencanaan atau tanpa pikir panjang dampak ke depannya pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Selain itu berbagai masalah perkotaan timbul akibat perencanaan tata ruang kota yang tidak jelas, serta inkonsistensi pembuat kebijakan dalam melaksanakan perencanaan pembangunan. Jika dari manusianya sendiri saja kurang kesadaran akan pentingnya perencanaa tata ruang kota bagaimana nasib pembangunan Negara kedepannya. Padahal pemerintah atau pun pemda telah membuat berbagai peraturan tertulis maupun himbauan kepada masyarakat tentang aturan-aturan mengenai lingkungan dalam hidup bermasyarakat.

Salah satunya adalah tentang tata ruang wilayah perkotaan. Tetapi kebijakan atau kesepakatan bersama tidak akan berguna jika tidak diimbangi dengan konsistensi pelaksanaan secara berkelanjutan oleh para pelaku yang seharusnya bisa membawa perubahan jika melaksanakan perannya dengan maksimal. Seperti yang kita ketahui kepala daerah masih banyak yang belum mengenal konsep pembangunan perkotaan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan mereka melakukan pembangunan daerahnya tanpa ada perencanaan ke depannya padahal untuk menciptakan kota yang nyaman, penataan kota harus direncanakan secara matang tidak asal, tetapi ini lah yang terjadi di daerah-daerah yang ada di Indonesia.

Sebagian dari daerah yang ada di Indonesia sudah mulai memperhatikan perencanaan tata ruang kota misalnya di Jawa Timur yang sudah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah. Karena itu banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dan dibiarkan. Dapat dicontohkan masalah lumpur Lapindo yang belum ada rencana pengganti ruangan yang telah rusak, seperti jalan akses ke Surabaya maupun kota-kota lain, sehingga mengganggu ekonomi masyarakat. Masalah lainnya berkaitan dengan pembangunan Jalan Lingkar Selatan (JLS) yang tak kunjung selesai.

Seharusnya kita mencontoh Negara-negara maju seperti Belanda yang membuat rencana tata ruang kota dengan matang hingga beratus-ratus tahun tidak berubah, tetapi itu kembali lagi kepada kita yang melaksanakannya. Bukti nyata dari masalah-masalah inkonsistensi pemerintah dalam penataan kota adalah urbanisasi yang tidak terkontrol oleh pemerintah. Pemerintah terus melakukan pembiaran yang akan berakibat anggapan bahwa jika pemerintah diam berarti masyarakat berada di posisi yang benar. Selain masalah tersebut adalah masalah transportasi yaitu semakin banyaknya masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor pribadi.

Masalah-masalah tersebut menambah kacaunnya keadaan tata kota yang dari infrastrukturnya masih belum baik. Dari pernyataan di atas pemerintah memang mempunyai tanggung jawab besar terhadap masalah perencanaan tata kota yang masih kacau tersebut. Karena akibat kurang matangnya perencanaan tata ruang dan inkonsistensi pemerintah berdampak kurang terkendalinya pergerakan masyarakat entah itu masalah urbanisasi, membludaknya kendaraan bermotor pribadi atau dampak lain masalah tata kota. Tetapi di sini tidak hanya menjadi masalah pemerintah tetapi sudah menjadi masalah kota tersebut menyangkut semua yang ada di dalamnya termasuk penduduk yang bertempat tinggal. Pemerintah hanyalah sebagai perwakilan yang masyarakat percaya sebagai yang dituakan atau pemberi fasilitas dan pembangun situasi dan kondisi di masyarakat. Sedang subyek yang sesungguhnya adalah masyarakat yang bertempat tinggal. Oleh karena itu harus terjadi kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut.

B.   RUMUSAN MASALAH
1.     Apa yang dimaksud dengan Tata Ruang Kota?
2.     Bidang atau ilmu apa yang mempelajari Tata Ruang Kota?
3.     Apa saja masalah tata ruang kota di Indonesia ?
4.     Dampak apa saja yang di timbulkan jika Tata Ruang Kota tidak di laksanakan?
5.     Bagaimana solusi mengenai hal tersebut?

C.   TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.    Kita bisa mengetahui pengertian mengenai Tata Ruang Kota di Indonesia.
2.    Kita bisa mengetahui bidang atau ilmu yang mempelajari tentang Tata Ruang Kota
3.    Kita bisa mengetahui masalah Tata Ruang Kota di Indonesia.
4.    Kita bisa mengetahui dampak yang ditimbulkan jika dalam suatu kota tidak menggunakan Tata Ruang Kota secara baik.
5.    Kita bisa mengetahui solusi yang bisa di lakukan untuk melaksanakan tata kota tersebut.


BAB II
ISI

A.  PENGERTIAN TATA RUANG KOTA
Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya Land use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PerMen PU) No.17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.  Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RTRW Kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kota, yang merupakan penjabaran dari RTRW provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kota, rencana struktur ruang wilayah kota, rencana pola ruang wilayah kota, penetapan kawasan strategis kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. Adapun tujuan dari penataan ruang wilayah dan kota yang di tetapkan oleh pemerintah daerah kota adalah arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang kota pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Selain dari pemerintah daerah, Tujuan penyusunan rencana tata ruang menurut Buyung Azhari [1] adalah:
  • terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
  • terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya;
  • tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk
    • mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera;
    • mewujudkan keterpaduan dalam penggunaaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
    • meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
    • mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan (contoh yang paling sering kita alami adalah banjir, erosi dan sedimentasi); dan
    • mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan
Tata ruang antara daerah perkotaan dan pedesaan pastilah berbeda, Tata ruang perkotaan lebih kompleks dari tata ruang perdesaan, sehingga perlu lebih diperhatikan dan direncanakan dengan baik. Kawasan/zona di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona sebagai berikut:
1.     Perumahan dan permukiman
2.     Perdagangan dan jasa
3.     Industri
4.     Pendidikan
5.     Perkantoran dan jasa
6.     Terminal
7.     Wisata dan taman rekreasi
8.     Pertanian dan perkebunan
9.     Tempat pemakaman umum
10.  Tempat pembuangan sampah

B.   ILMU YANG MEMPELAJARI TATA RUANG KOTA
Tata ruang kota pun tidak sembarangan di dalam menata suatu kota. Tata ruang sendiri pun ada bidang ilmu yang mempelajari secara dalam bagaimana kota tersebut akan di tata. Bidang ilmu itu sendiri adalah Planologi. Planologi berasal dari kata plan artinya rencana. sehingga Planologi bermakna studi tentang rencana. Orang yang profesional dalam bidang Planologi disebut Planolog, meski saat ini lebih populer disebut Planner. Program studi Planologi lebih dikenal dengan PWK (Perencanaan Kota dan Kota). Planologi memang sangat berhubungan dengan tata kota, namun Planologi tidak hanya mengkaji dan mempelajari masalaah penataan kota. Cangkupan tanggung jawab dari disiplin ilmu adalah mulai dari menentukan penggunaan suatu lahan hingga menentukan kebijakan suatu negara. Maka dari itu Planologi seringkali bersinggunan dengan permasalahan sosial, ekonom, dan politik.

Secara garis besar Planologi atau Perencanaan Wilayah dan Kota adalah suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuanpada masa yang kan datang. Dalam merencanakan suatu kota ternyata banyak sekali yang harus di pertimbangkan oleh perencana misalnya kondisi ekonomi, sosial, budaya suatu wilayah dan yang lain-lain.
Hasil dari Perencanaan Kota dan Wilayah tentunya ada berbagai tingkatan, yaitu :
     i.        Rencana Tata Ruang Nasional.
    ii.        Rencana Tata Ruang Propinsi.
  iii.        Rencana Tata Ruang Kota dan Wilayah. (RTRW)
   iv.        Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Berikutnya apabila kita ingin menjadi sarjana atau ahli di bidang Planologi maka harus memiliki Kompetensi. Kompetensi umum yang harus dimiliki oleh lulusan dibidang Planologi adalah :
a.    Memahami yang dimaksud dengan Perencanaan Wilayah dan Kota.
b.    Memahami bahwa masa depan dapat berorientasi utopian dan visionary, tetapi juga mengerti bahwa rencana adalah suatu produk yang harus dilaksanakan.
c.    Mampu menghasilkan produk yang berorientasi preskriptif, yaitu kemampuan membuat intervensi bagi peningkatan kesejahteraan di masa depan
d.    Memegang nilai-nilai kemanusiaan (humanity), membela kepentingan umum (public interest), dan berlaku adil (justice) dan setara (equity) dalam mempraktekkan ilmunya   bagi kepentingan umum.

Menurut Conyer, 1984, definisi Perencanaan adalah proses kontinyu dalam pengambilan keputusan atau pilihan mengenai bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin guna mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa depan.
Dari definisi tersebut maka di dalam perencanaan tentu terdapat elemen-elemennya yaitu :
     i.        Merencana berarti memilih
    ii.        Perencanaan sebagai alat untuk mengalokasikan sumber daya
  iii.        Perencanaan sebagai alat untuk mencapai tujuan
   iv.        Perencanaan itu berorientasi ke depan.

Dalam hal ini, Perencana kota adalah bukan orang yang merancang suatu kota, tetapi yang sebenarnya adalah hanya menyediakan suatu rencana berdasarkan prinsip “supply and demand” yang akan digunakan untuk membuat kota tersebut lebih maju dalam segala bidang.

 Planologi dikategorikan sebagai engineer, karena planolog bertanggung jawab untuk mengoptimasi setiap fungsi yang berhubungan dengan masyarakat. Contohnya planolog harus mengambil keputusan yang tepat dalam penggunaan suatu lahan, agar hasil yang didapat dari lahan tersebut maksimal tanpa harus merugikan atau mengorbankan aspek lain. Sebagai engineer, planolog juga diharuskan berfikir inovatif karena planolog bertanggung jawab untuk mengeluarkan potensi suatu daerah, tanpa merusak ciri khas daerah tersebut. Contohnya planolog dituntut untuk meningkatkan taraf hidup suatu desa tanpa harus merubah desa tersebut menjadi sebuah kawasan industi perkotaan.
Seorang atau planner harus memiliki wawasan yang luas, baik itu sains pasti maupun sains sosial. Hal ini dikarenakan seorang planolog harus bisa melihat suatu permasalahan dari berbagai sisi, agar keputusan yang dibuat nanti tidak merugikan atau bentrok pada salah satu aspek kehidupan. Permasalahan sampah dan lingkungan merupakan bukti mudah bahwa seorang planolog  memerlukan wawasan sains yang luas untuk mengatasinya. Sense of beauty juga penting bagi seorang planolog. keindahan suatu kawasan tidak hanya ditentukan dari keindahan bangunan didalamnya, tapi juga peletakan dan asosiasi antar bangunan dan kawasan. pengetahuan akan landscape akan sangat membantu planolog untuk mengembangkan sisi pariwisata dan keindahan suatu kawasan.

C.   FUNGSI SERTA MANFAAT TATA RUANG KOTA
Tata ruang kota juga pasti mempunyai fungsi tersendiri. Fungsi dari tata ruang kota adalah sebagai berikut :
Ø  acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
Ø  acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah provinsi;
Ø  acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah provinsi;
Ø  acuan lokasi investasi dalam wilayah provinsi yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta; 
Ø  pedoman untuk penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; 
Ø  dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah provinsi yang meliputi indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi; dan 
Ø  acuan dalam administrasi pertanahan. 
Selain mempunyai fungsi, tata ruang kota juga pasti memiliki manfaat. Diantaranya:
o   mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah provinsi; 
o   mewujudkan keserasian pembangunan wilayah provinsi dengan wilayah sekitarnya; dan 
o   menjamin terwujudnya tata ruang wilayah provinsi yang berkualitas.

D.  MASALAH TATA RUANG KOTA DI INDONESIA
Akibat tumpang tindihnya berbagai kebijakan sektoral yang terkait perencanaan ruang, konflik ruang di berbagai daerah berpotensi untuk tercipta. Indonesia dalam beberapa tahun ke depan bisa masuk ke dalam perangkap negeri tanpa perencanaan tata ruang. Saat ini, sudah ada UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No 27 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pesisir, UU 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No 12 2008 (Perubahan kedua atas UU No 32 Tahun 2004), dan berbagai kebijakan sektoral lainnya yang terkait dengan ruang.

Contoh kasus yang terjadi adalah pada perencanaan kawasan pesisir terjadi tumpang tindih, irisan area yang menjadi subyek dari rencana tata ruang wilayah, dan rencana pengelolaan kawasan pesisir. Konflik ini senada dengan konflik tata ruang mengenai hutan di berbagai daerah. Akibatnya, sampai sekarang ternyata penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota menjadi peraturan daerah (Perda) sangat lambat. Menurut catatan Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, baru 51 persen provinsi yang sudah memiliki Perda RTRW, 62,6 persen kabupaten yang telah memiliki Perda RTRW dan 72 persen kota yang telah memiliki Perda RTRW. Kondisi ini amat mengkhawatirkan karena bisa dipastikan, tidak ada kepastian hukum dan ini jelas-jelas menghambat investasi.

Oleh karena itu, pemerintah dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) perlu segera mencari solusi konkret agar Indonesia terhindar dari kondisi berjalan tanpa rencana tata ruang yang jelas. Beberapa tindakan mendesak itu antara lain yakni mempercepat terbitnya dokumen peraturan perundangan sebagai bentuk operasionalisasi Inpres No 8/2013 tentang percepatan penyelesaian dan penyusunan perda RTRW.

Masalah tata ruang sendiri sebenarnya adalah problema klasik di Indonesia. Indonesia saat ini dapat dikatakan dalam keadaan darurat tata ruang sehingga berdampak kepada beragam hal seperti pemenuhan jumlah perumahan yang dibutuhkan. Kondisi darurat tata ruang itu perlu diperhatikan karena hal tersebut dinilai merupakan basis dari semua pembangunan termasuk sektor properti atau perumahan. Pemerintah saat ini tidak pernah bisa menyediakan lahan yang dibutuhkan guna membangun berbagai basis perumahan seperti rumah susun khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Saat ini jenis perumahan yang paling pas untuk dibangun adalah rumah susun di tengah kota yang mampu mendekatkan kaum pekerja dengan tempat kerja. Selain itu, kedekatan antara rumah seseorang dengan tempat kerja mereka juga dinilai dapat menghemat BBM yang digunakan karena kedekatan antara kedua lokasi tersebut. Masalah lain yang timbul akibat kesalahan dalam hal tata ruang adalah munculnya musibah seperti banjir. Contohnya, dalam perencanaan pada zaman penjajahan Belanda, Jakarta memiliki sekitar 300 waduk. Namun kini waduk yang tersisa tinggal 30. Selain itu, hutan bakau serta ruang terbuka hijau yang dulu banyak dimiliki Jakarta kini sudah beralih menjadi perumahan, pusat perbelanjaan, hingga properti lainnya.

Selain itu, persoalan kemacetan lalu lintas di kota Jakarta tidak terlepas dari kondisi dan perkembangan tata ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta kota ini. Transportasi dan tata ruang merupakan dua aspek yang saling mempengaruhi satu sama lain, karena transportasi dalam hal ini lalu lintas atau traffic merupakan fungsi dari tata guna lahan. Inventarisasi dan harmonisasi muatan materi kebijakan/peraturan terkait aspek transportasi dan tata ruang.

Atas dasar itu perlu dilakukan inventarisasi materi kebijakan atau peraturan perundang-undangan dari kedua aspek tersebut yang saling terkait. Perlu didiskusi tentang arah untuk mengidentifikasi materi muatan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030 sebagai revisi Perda No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta. Sehingga untuk kebutuhan tersebut, sebelumnya juga perlu mengidentifikasi materi muatan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Rancangan Peraturan Daerah tentang RTRW DKI Jakarta 2030.

Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa UU No. 22 Tahun 2009 mengamanatkan perlu ada keterpaduan antara rencana jaringan lalu lintas dan angkutan jalan terhadap rencana tata ruang wilayah. Walaupun tidak secara eksplisit menyatakan tentang keterpaduan antara kedua aspek tersebut, namun UU No. 26 Tahun 2007 mengamanatkan muatan rencana tata ruang memuat rencana jaringan sistem prasarana termasuk sistem jaringan transportasi.

Raperda RTRW 2030 memuat tentang sistem dan jaringan transportasi pada Pasal 17 hingga Pasal 37. Muatan materi yang perlu mendapat perhatian secara khusus adalah sistem pusat kegiatan yang direncanakan pada Pasal 16. Perlu dipertimbangkan oleh pemrakarsa Raperda (Bappeda Provinsi DKI Jakarta): apakah sistem dan jaringan transportasi yang diuraikan pada Pasal 17 mampu mewadahi kebutuhan mobilitas akibat pengembangan sistem pusat kegiatan sebagaimana dijabarkan pada Pasal 16. Di mana arahan pengembangan sistem dan jaringan transportasi dimaksud raperda tersebut secara garis besar telah diatur dalam Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai, dan Danau.

Kondisi empiris menunjukkan bahwa bangkitan lalu lintas akibat perkembangan tata guna lahan (Tata Ruang DKI Jakarta dipayungi Perda No. 9 Tahun 1999) tidak mampu diwadahi/dilayani oleh pertumbuhan jaringan transportasi (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di DKI Jakarta dipayungi Perda No. 12 Tahun 2003). Komisi Hukum dan Humas menyarankan agar materi muatan Raperda RTRW 2030 perlu ditinjau kembali terutama konsekuensi rencana sistem pusat kegiatan terhadap rencana sistem dan jaringan transportasi. Atau masalah bangkitan lalu lintas terhadap daya dukung sarana dan prasarana transportasi kota.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                 Pembenahan transportasi kota Jakarta harus diikuti pembenahan mendasar masalah Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta. Penataan ruang Provinsi DKI Jakarta harus memprioritaskan kepentingan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota NKRI. Pembiasan dan penyimpangan tata ruang yang telah terjadi dan mengganggu eksistensi Kota Jakarta sebagai Ibukota NKRI harus dibenahi. Fungsi Kota Jakarta sebagai Pusat Pemerintahan Negara harus diprioritaskan. Perubahan (revisi) mendasar tata ruang Ibukota Negara harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya kegagalan sistem sebuah Ibukota Negara sehingga diperlukan pemindahan Ibukota Negara yang tentu berimplikasi terhadap banyak hal.

Didasari pemahaman bahwa akar masalah kemacetan lalu lintas DKI Jakarta berpangkal dari masalah penataan ruang yang diikuti berbagai masalah lanjutan transportasi, maka Komisi Hukum dan Humas merekomendasikan bahwa DTKJ perlu memberi masukan baik secara lisan maupun tertulis terhadap Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2010-2030.



E.   DAMPAK PEMBANGUNAN TERHADAP TATA RUANG KOTA
Kebijakan nasional penataan ruang secara formal ditetapkan bersamaan dengan diundangkannya undang-undang  nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang [uu 24/1992], yang kemudian diperbaharui dengan undang-undang nomor 26 tahun 2007 [uu 26/2007]. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kualitas tata ruang nasional yang semakin baik, yang oleh undang-undang dinyatakan dengan kriteria aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Namun, setelah lebih dari 25 tahun diberlakukannya kebijakan tersebut, kualitas tata ruang masih belum memenuhi harapan. Bahkan cenderung sebaliknya, justru yang belakangan ini sedang berlangsung adalah indikasi dengan penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan bahkan makin terlihat secara kasat mata baik di kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan.

Dengan diberlakukannya kebijakan nasional penataan ruang tersebut, maka tidak ada lagi tata ruang wilayah yang tidak direncanakan. Tata ruang menjadi produk dari rangkaian proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, penegasan sanksi atas pelanggaran tata ruang sebagaimana diatur dalam UU 26/2007 menuntut proses perencanaan tata ruang harus diselenggarakan dengan baik agar penyimpangan pemanfaatan ruang bukan disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata ruang wilayah.

Peningkatan aktivitas pembangunan  membutuhkan ruang yang semakin besar dan dapat berimplikasi pada perubahan fungsi lahan/kawasan secara signifikan.  Euphoria otonomi daerah yang lebih  berorientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) juga memotivasi pertumbuhan penyediaan sarana dan prasarana di daerah, yang faktanya menyebabkan peningkatan pengalihan fungsi ruang dan kawasan dalam jangka panjang. Di antara kenyataan perubahan lahan dapat ditemui pada pembangunan kawasan perkotaan yang membutuhkan ruang yang besar untuk menyediakan lahan untuk sarana dan prasarana permukiman, perkantoran, perindustrian, pusat-pusat perdagangan (central business district, CBD) dan sebagainya. Demikian halnya pada pola perubahan kawasan seperti kawasan hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan, yang menyebabkan penurunan fungsi hutan sebagai kawasan penyangga, pemelihara tata air, pengendali perubahan iklim mikro dan sebagainya. Perubahan fungsi ruang kawasan meyebabkan menurunnya kualitas lingkungan, seperti terjadinya pencemaran, kemacetan, hilangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau, serta terjadinya berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan dan sebagainya. Pemanfaatan sumberdaya ruang juga dapat memicu perbedaan persepsi dan persengketaan tentang ruang, seperti munculnya kasus-kasus persengketaan batas wilayah pada berbagai daerah dan juga internasional. Hal tersebut seolah-olah menunjukkan adanya trede off antara perkembangan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.

Permasalahan konflik antara perkembangan ekonomi dengan kelestarian lingkungan semakin jelas terlihat dewasa ini pada hal dalam penataan ruang kebijakan-kebijakan telah mengakomodasi prinsip-prinsip utama menuju pembangunan berkelanjutan (sustainable development) seperti prinsip-prinsip keterpaduan, keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai permasalahan- permasalahan dalam penataan ruang dan solusi-solusi yang dapat digunakan untuk melakukan harmonisasi pemanfaatan sumber daya alam, lahan dan perkembangan aspek sosial-ekonomi dalam penataan ruang. Pada dasarnya pengembangan wilayah adalah usaha pembangunan daerah yang memperhitungkan keterpaduan program sektoral seperti pertanian, pertambangan, aspirasi masyarakat dan potensi loin dengan memperhatikan kondisi lingkungan. Pembangunan industri dasar berorientasi pada lokasi tersedianya sumber pembangunan lain. Pada umumnya lokasi industri dasar belum tersentuh pembangunan, baik dalam arti kualitatif maupun kuantitatif bahkan masih bersifat alami. Adanya pembangunan industri ini akan mengakibatkan perubahan lingkungan seperti berkembangnya jaringan infra struktur dan akan menumbuhkan kegiatan lain untuk menunjang kegiatan yang ada.

Pembangunan di satu pihak menunjukkan dampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat seperti tersedianya jaringan jalan, telekomunikasi, listrik, air, kesempatan kerja serta produknya sendiri memberi manfaat bagi masyarakat luas dan juga meningkatkan pendapatan bagi langsung dapat menikmati sebagian dari hasil pembangunannya. Di pihak lain apabila pembangunan ini tidak diarahkan akan menimbulkan berbagai masalah seperti konflik kepentingan, pencemaran lingkungan, kerusakan, pengurasan sumberdaya alam, masyarakat konsumtif serta dampak sosial lainnya yang pada dasarnya merugikan masyarakat.

Pembangunan industri pada gilirannya membentuk suatu lingkungan kehidupan zona industri. Dalam zona industri kehidupan masyarakat makin berkembang; zona industri secara bertahap dilengkapi pembangunan sektor ekonomi lain seperti peternakan, perikanan, home industry, dan pertanian sehingga diperlukan rencana pembangunan wilayah berdasarkan konsep tata ruang.

Tujuan rencana tata ruang ini untuk meningkatkan asas manfaat berbagai sumberdaya yang ada dalam lingkungan seperti meningkatkan fungsi perlindungan terhadap tanah, hutan, air, flora, fungsi industri, fungsi pertanian, fungsi pemukiman dan fungsi lain. Peningkatan fungsi setiap unsur dalam lingkungan artinya meningkatkan dampak positif semaksimum mungkin sedangkan dampak negatif harus ditekan sekecil mungkin. Konsepsi pembangunan wilayah dengan dasar tata ruang sangat dibutuhkan dalam upaya pembangunan industri berwawasan lingkungan.

Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya udara dan iklim, air dan tanah). Berikut ini disajikan beberapa dampak negatif penggunaan energi fosil terhadap manusia dan lingkungan:
a.  Dampak Terhadap Udara dan Iklim      
Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog dan pemanasan global). Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NOx berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam.

Emisi CO2 adalah pemancaran atau pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Emisi CO2 tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. CO2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut. Emisi CH4 (metana) adalah pelepasan gas CH4 ke udara yang berasal, antara lain, dari gas bumi yang tidak dibakar, karena unsur utama dari gas bumi adalah gas metana. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemasanan global.

Batu bara selain menghasilkan pencemaran (SO2) yang paling tinggi, juga menghasilkan karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Untuk mendapatkan jumlah energi yang sama, jumlah karbon dioksida yang dilepas oleh minyak akan mencapai 2 ton sedangkan dari gas bumi hanya 1,5 ton.

b.  Dampak Terhadap Perairan
Eksploitasi minyak bumi, khususnya cara penampungan dan pengangkutan minyak bumi yang tidak layak, misalnya: bocornya tangker minyak atau kecelakaan lain akan mengakibatkan tumpahnya minyak (ke laut, sungai atau air tanah) dapat menyebabkan pencemaran perairan. Pada dasarnya pencemaran tersebut disebabkan oleh kesalahan manusia.

c.   Dampak Terhadap Tanah
Dampak penggunaan energi terhadap tanah dapat diketahui, misalnya dari pertambangan batu bara. Masalah yang berkaitan dengan lapisan tanah muncul terutama dalam pertambangan terbuka (Open Pit Mining). Pertambangan ini memerlukan lahan yang sangat luas. Perlu diketahui bahwa lapisan batu bara terdapat di tanah yang subur, sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama waktu tertentu.
Ada dua definisi KLHS yang lazim diterapkan, yaitu definisi yang menekankan pada pendekatan telaah dampak lingkungan (EIA-driven) dan pendekatan keberlanjutan (sustainability-driven). Pada definisi pertama, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan. Sedangkan definisi kedua, menekankan pada keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya.   

F.   SOLUSI PERENCANAAN TATA RUANG KOTA
Perencanaan Tata Ruang dilakukan guna menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi, sosial, budaya, daya dukung dan daya tamping lingkungan, serta fungsi pertahanan keamanan; mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah perencanaan; perumusan perencanaan tata ruang, dan penetapan rencana tata ruang.

Menurut Budihardjo, penyusunan rencana tata ruang harus dilandasi pemikiran perspektif menuju keadaan pada masa depan yang didambakan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknlogi yang dapat dipakai, serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sektor.

Perencanaan kota adalah kegiatan penyusunan dan peninjauan kembali rencana-rencana kota. Sedangkan rencana kota merupakan rencana yang disusun dalam rangka pengaturan pemanfaatan ruang kota yang terdiri atas Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK).

Dalam pelaksanaan pembangunan di daerah kota diperlukan rencana tata ruang yang menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi kegiatan dan pembangunan dalam memanfaatkan ruang. Pedoman tersebut digunakan pula dalam penyusunan program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di daerah tersebut dan sekaligus menjadi dasar dalam pemberian rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang, sehingga sesuai dengan rencana tata ruang kota yang sudah ditetapkan.

Perencanaan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan dua sisi  dari suatu mata uang. Pengendalian pemanfaatan tata ruang akan berlangsung secara efektif dan efisien bilamana telah didahului dengan perencanaan tata ruang yang valid dan berkualitas. Sebaliknya rencana tata ruang yang tidak dipersiapkan dengan mantap akan membuka peluang terjadinya penyimpangan fungsi ruang secara efektif dan efisien dan pada akhirnya akan menyulitkan tercapainya tertib ruang sebagaimana telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Lebih lanjut disebutkan bahwa pada kenyataan banyak campur tangan pemerintah dalam pembangunan kota justru tidak tepat dan tidak memuaskan. Bahkan dapat diperkirakan bahwa sebab utama kegagalan pengendalian pemanfaatan ruang adalah karena tidak adanya kurangnya kemampuan politik yang kuat dan dukungan masyarakat yang memadai.

Rencana Tata Ruang Wilayah selanjutnya dapat disingkat RTRW merupakan hasil perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan di peringkat Kota. Kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.  Kawasan Budi Daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

Kawasan Hijau adalah ruang terbuka hijau yang terdiri dari kawasan hijau lindung dan hijau binaan Kawasan Hijau Lindung adalah bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas.  Kawasan Hijau Binaan adalah bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitasnya yang diperlukan baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial Kota yang dapat didukung fasilitas sesuai keperluan untuk fungsi penghijauan tersebut yang diatur dalam Pasal 15 Perda No. 6 Tahun 2006 yang terdiri dari 13 ayat dan Pasal 49 sampai Pasal 50 yang mengatur mengenai rencana pengembangan kawasan hijau di Kota Makassar.

Kawasan Tangkapan Air adalah kawasan atau areal yang mempunyai pengaruh secara alamiah atau binaan terhadap keberlangsungan badan air seperti waduk, situ, sungai, kanal, pengolahan air limbah dan lain-lain, hal ini diatur dalam Pasal 44 Perda Nomor 6 Tahun 2006. Kemudian Pasal 51 dan 52 mengatur tentang Kawasan Permukiman adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana. Dalam Pasal 53 diatur tentang Kawasan Bangunan Umum adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan perkantoran, perdagangan, jasa, pemerintahan dan fasilitas umum/fasilitas sosial beserta fasilitas penunjangnya dengan Koefisien Dasar Bangunan lebih besar dari 20% (dua puluh persen).
         
Kawasan Bangunan Umum Koefisien Dasar Bangunan Rendah (KDB) adalah kawasan yang secara keseluruhan Koefisien Dasar Bangunannya maksimum 20% (dua puluh persen) diatur dalam Pasal diatur dalam Pasal 54. Kawasan Pusat Kota adalah KT yang tumbuh sebagai pusat Kota dengan percampuran berbagai kegiatan, memiliki fungsi strategis dalam peruntukannya. Kawasan Permukiman Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pemusatan dan pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana lingkungannya yang terstruktur secara terpadu; Kawasan Pelabuhan Terpadu adalah KT yang diarahkan sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam satu sistem ruang yang bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan dengan aktivitas kepelabuhanan dan segala persyaratannya. Pasal 57 ayat 4 mengatur Kawasan Bandara Terpadu KT yang dan diperuntukkan sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam satu sistem ruang yang bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan dengan aktivitas bandara dan segala persyaratannya. Kawasan Maritim Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan kemaritiman yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid hal ini diatur dalam Pasal 57 ayat 5 Perda No.6 Tahun 2005.

Kawasan Industri Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan industri yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid yang diatur dalam Pasal 57 ayat 6 Perda No.6 Tahun 2006.Pasal 57 ayat 7 mengatur mengenai Kawasan Pergudangan Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan pergudangan yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Selanjutnya Pasal 57 ayat 8 diatur akan

Kawasan Pendidikan Tinggi Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan pendidikan tinggi yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Dalam Pasal 57 ayat 9 mengatur . Kawasan Penelitian Terpadu adalah yang diarahkan diperuntukkan sebagai kawasan dengan dan pengembangan berbagai kegiatan yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

Kawasan Budaya Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan budaya yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Kawasan Olahraga Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan olahraga yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid dan diatur dalam Pasal 57 ayat 11 Perda No. 6 Tahun 2006.

Pada Pasal 57 ayat 12 dan 13 Perda No. 6 Tahun 2006 diatur akan  Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu Adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis dan pariwisata yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang .  Kawasan  Bisnis dan Pariwisata Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis dan pariwisata yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Kawasan Bisnis Global Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis global yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri;  Industri selektif adalah kegiatan industri yang kriteria pemilihannya disesuaikan dengan kondisi Makassar sebagai Kota Maritim, Niaga, Pendidikan Budaya dan Jasa, yakni industri yang hemat lahan, hemat air, tidak berpolusi, dan menggunakan teknologi tinggi. Tujuan adalah Nilai-nilai dan kinerja yang mesti dicapai dalam pembangunan Wilayah Kota berkaitan dalam kerangka visi dan misi yang telah ditetapkan. Strategi Pengembangan adalah Langkah-langkah penataan ruang dan pengelolaan Kota yang perlu dilakukan untuk mencapai visi dan misi pembangunan Wilayah Kota yang telah ditetapkan.

Ruang Terbuka Hijau yang diatur dalam Pasal 15 Perda No. 6 Tahun 2006 selanjutnya dapat disebut RTH adalah Kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana Kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Sedangkan rencana struktur pemanfaatan ruang wilayah kota menurut peraturan daerah nomor 6 tahun 2006 Pasal 13 dijabarkan kedalam struktur pemanfaatan ruang kota meliputi : 1. Rencana persebaran penduduk; 2. Rencana pengembangan kawasan hijau;  3. Rencana pengembangan kawasan permukiman; 4. Rencana pengembangan kawasan bangunan umum; 5. Rencana pengembangan kawasan industri; 6. Rencana pengembangan kawasan pergudangan; 7. Rencana pengembangan sistem pusat kegiatan; 8. Rencana pengembangan sistem prasarana; 9. Rencana intensitas ruang.


BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RTRW Kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kota, yang merupakan penjabaran dari RTRW provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kota, rencana struktur ruang wilayah kota, rencana pola ruang wilayah kota, penetapan kawasan strategis kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. Adapun tujuan dari penataan ruang wilayah dan kota yang di tetapkan oleh pemerintah daerah kota adalah arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang kota pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

Planologi berasal dari kata plan artinya rencana. sehingga Planologi bermakna studi tentang rencana. Orang yang profesional dalam bidang Planologi disebut Planolog, meski saat ini lebih populer disebut Planner. Program studi Planologi lebih dikenal dengan PWK (Perencanaan Kota dan Kota). Planologi memang sangat berhubungan dengan tata kota, namun Planologi tidak hanya mengkaji dan mempelajari masalaah penataan kota. Cangkupan tanggung jawab dari disiplin ilmu adalah mulai dari menentukan penggunaan suatu lahan hingga menentukan kebijakan suatu negara. Maka dari itu Planologi seringkali bersinggunan dengan permasalahan sosial, ekonom, dan politik.
Jadi kesimpulannya, tata ruang di Indonesia masih kurang baik karena masih banyak masalah yang ditimbulkan karena tata ruang yang salah. Dampaknya pun sangat luas, sampai-sampai bias mengakibatkan bencana. Seperti contohnya banjir dll. Kesalahan tata ruang lingkungan dapat menimbulkan dampak pada udara dan iklim, perairan, lahan dan lain-lain.

B.   SARAN
Pemerintah seharusnya lebih peduli terhadap permasalahan tata ruang kota di Indonesia, karena sudah banyak yang ditimbulkan masalahnya. Jika di biarkan saja mungkin kedepannya bisa sangat fatal, karena Negara Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang. Perindustrian dan pembangunan pun sedang gencar-gencarnya di buat. Maka dari itu harus ada peraturan yang di buat secara tegas agar tata ruang kota ini bisa terlaksana secara lancar. Jika tidak ada tata ruang kota di Negara ini maka pembangunan pun tidak ada aturannya, sehingga bisa menimbulkan banyak dampak yang negatif seperti yang sudah disebutkan di atas tadi. 




DAFTAR PUSTAKA

ü  aguseka1991.blogspot.co.id/2012/12/permasalahan-tata-ruang-kota-di.html
ü  http://metro.tempo.co/read/news/2013/01/31/083458088/benahi-tata-ruang-solusi-jitu-masalah-ibu-kota

 

*note : untuk dokumentasi tidak bisa di copy, file tidak terbaca,jadi dipersilahkan untuk browsing di google dengan kata kunci "tata kota di indonesia"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teknologi Penahan Gempa Pendulum Power untuk Gedung Bertingkat (Universitas Gunadarma Review)

ILMU UKUR TANAH dalam Teknik Sipil

TEKNIK SIPIL