PEMBANGUNAN LAHAN ILLEGAL DI JAKARTA




KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu tugas mata pelajaran Ilmu Sosial Dasar di Universitas Gunadarma. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabatnya dan umatnya hingga akhir zaman.

Semoga makalah yang penulis buat dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca danmeningkatkan ilmu pengetahuan para pembaca serta pemerintah bisa meninjau keadaan yang terjadi dengan melihat makalah yang penulis buat. Penulis berharap makalah ini menjadi titik terang dari masalah yang terjadi.

Dengan akhir kata, penulis menyadari bahwa banyak kekurangan di dalam penulisan karya tulis ini.Untuk itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan serta masukan untuk perbaikan di kemudian hari.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Jakarta, Oktober 2015


I Gusti A.A.M Dessy Nataliasari
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 3
LATAR BELAKANG.......................................................................................... 3
RUMUSAN MASALAH ................................................................................... 4
TUJUAN PENULISAN ....................................................................................4
BAB II ISI .................................................................................................................... 5
PERMASALAHAN MASYARAKAT DI JAKARTA .................................... 5
IZIN MEMBANGUN BANGUNAN MENURUT UU ................................. 11
AKIBAT PENYEMPITAN LAHAN ............................................................... 13
TINDAKAN PEMERINTAH .......................................................................... 14
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 17
KESIMPULAN ................................................................................................... 17
SARAN ................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 19










BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
DKI Jakarta adalah ibukota dari Indonesia. Semua berpusat di Jakarta, terutama perekonomian di Indonesia. Banyak sekali terdapat gedung-gedung tinggi pencakar langit di Jakarta, karna banyaknya kebutuhan untuk tenaga kerja sehingga banyak sekali lowongan kerja yanh di butuhkan. Banyak masyarakat dari daerah pun yang berniat untuk pindah ke Jakarta dan mengadu nasib di sana. Tetapi tidak semuanya berlangsung sukses. Ada sebagian orang yang sukses karena mereka punya bekal ilmu (pendidikan). Tetapi banyak juga yang tidak sukses di Jakarta, dan hasilnya mereka hanya membuat Jakarta menjadi padat penduduk. Karena lahan yang tidak memadai untuk tempat tinggal, mereka pun menghalalkan segala cara untuk mendapatkan tempat tinggal di daerah Jakarta ini.

Mereka membuat bangunan semi permanen di pinggiran bantaran sungai. Membuat resapan air menjadi sedikit dan membuat lebar sungai yang tadinya lebar dan luas, sekarang hanyalah sungai kecil. Masyarakat yang membuat bangunan ini tidak memikirkan dampak kedepannya untuk kehidupan masyarakat di Jakarta. Bangunan yang mereka buatpun secara illegal (tanpa izin). Tetapi mungkin karena mayoritas yang tinggal di sana adalah masyarakat yang pendidikannya kurang jadi mungkin mereka kurang mengerti akan hukum yang berlaku serta mereka tidak memikirkan dampak yang akan di timbulkannya di masa yang akan datang.

B.  RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang karya tulis dengan judul Pembangunan Lahan Illegal di Jakarta, ada beberapa masalah yang muncul yaitu :
1.     Apa saja permasalahan masyarakat yang ada di Jakarta?
2.    Apakah ada izin membangun bangunan di dalam UU?
3.    Apa akibatnya jika terjadi penyempitan lahan ?
4.    Apa saja tindakan pemerintah ?

C.  TUJUAN PENULISAN  
Tujuan yang bisa di dapat dari penulisan makalah ini adalah :
1.     Kita bisa mengetahui permasalahan apa saja yang timbul di Jakarta terutama pembangunan illegal.
2.    Kita bisa mengetahui apa saja UU yang mengatur dalam membangun bangunan.
3.    Kita bisa mengetahui apa saja tindakan pemerintah yang sudah di lakukan untuk membuat jakarta lebih baik lagi.
4.    Kita bisa mengetahui akibat dari penyempitan lahan.








BAB II
ISI  

A.  PERMASALAHAN MASYARAKAT DI JAKARTA
Apa itu Lahan ? Dalam pengertian lahan menurut definisi para ahli mengatakan bahwa lahan berasal dari kata land. Pengertian lahan adalah lingkungan fisik dan biotik yang berkaitan dengan daya dukungnya terhadap kehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Untuk mencukupi kebutuhan papannya, manusia membutuhkan lahan. Lahan digunakan untuk membangun tempat tinggal bagi manusia, selain tempat tinggal juga bisa digunakan sebagai tempat usaha.

Namun sekarang ini seringkali masyarakat di Indonesia terutama di Jakarta membangun suatu bangunan entah itu tempat tinggal ataupun tempat usaha menggunakan lahan illegal (tanpa izin). Banyak sekali contoh yang bisa di ambil seperti halnya yang sering sekali di bahas di media, salah satunya Tanah Pulo. Daerah ini memang dikenal sebagai daerah yang termasuk padat penduduk di Jakarta. Sangking padatnya lahan yang di tempati pun tidak mencukupi dan akibatnya banyak warga yang membuat bangunan di pinggiran sungai dan membuat aliran sungai menyempit kemudian terjadilah banjir. Jika sudah demikian pihak yang di salahkan selalu pemerintah. Dari tahun ke tahun belum pernah ada sosok pemerintah yang berani mengambil tindakan untuk menangani kasus ini. Sampai pada saat ini munculah sosok Gubernur yang sudah berani mengambil tindakan dengan menggusur daerah kampung tanah pulo ini. Sosok ini bernama Basuki Tjahaja Purnama atau sering sekali di sebut Ahok.

Pemerintah DKI Jakarta menggusur bangunan-bangunan tersebut karena bangunan tersebut di bangun tanpa memiliki surat izin yang sah. Ahok pun sudah memberikan solusinya dengan merelokasi tempat tinggal di bantaran sungai tersebut ke rumah susun yang telah di buatkan oleh Pemprov DKI Jakarta yang berlokasi di Kawasan Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Tetapi ketika pemerintah ingin menggusur bangunan-bangunan tersebut masyarakat malah melakukan aksi demo yang terkesan ricuh. Mereka memberikan banyak alasan seperti : bagaimana mereka hidup ? dimana mereka akan tinggal? Meminta ganti rugi atas bangunan yang ada, dan masih banyak lagi. Kalau dicermati lagi untuk apa mereka meminta ganti rugi, karena bangunan yang didirikan di tanah illegal, toh salah mereka sendiri yang membangun bangunan semi permanen di tanah pemerintah yang ada mereka bisa di penjara karena telah melanggar UU tentang Lingkungan Hidup karena telah mereklamasi sungai dan membuat bangunan di daerah tersebut secara illegal.

          Penggusuran pun tidak berlansung lancar Terjadi bentrokan antara petugas Satpol PP, dan aparat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan warga. Meski demikian, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tak terkejut lagi mengetahui adanya bentrokan penggusuran permukiman yang dianggapnya liar. Dia bersikeras melakukan eksekusi penggusuran terhadap 500 kepala keluarga (KK) Kampung Pulo.







 
 




Ada perwakilan warga Kampung Pulo mendatangi pimpinan DPR untuk mengadukan penggusuran daerahnya oleh pemerintah DKI. Mereka langsung diterima oleh Ketua Dewan, Setya Novanto, di ruang kerjanya. Dalam aduannya, warga merasa relokasi merugikan penduduk lantaran mereka dipaksa menerima penggusuran serta diancam melalui Surat Perintah Bongkar dari Satuan Polisi PamongPraja.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkenal dengan gaya blak-blakannya. Kali ini ia menanggapi santai langkah warga Kampung Pulo, Jakarta Timur, yang mengadukan nasib mereka kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Ahok mengatakan, warga yang mengadu kepada anggota Dewan tersebut bukanlah warga asli Kampung Pulo, melainkan penduduk yang selama ini tinggal di sepanjang bantaran Kali Ciliwung. Orang yang mengadu ini adalah orang-orang yang sudah melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup dan mereklamasi sungai dengan membuat rumah.

Seharusnya, menurut Ahok, warga Kampung Pulo bersyukur lantaran telah mendapat ganti rugi satu unit rumah susun sewa di kawasan Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Hampir seribu kepala keluarga sudah dipindahkan dari permukiman Kampung Pulo. Beruntung mereka tak dipenjara puluhan tahun karena sudah melanggar Undang-undang Lingkungan Hidup.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memiliki beberapa rencana di balik penertiban permukiman warga Kampung Pulo di bantaran Kali Ciliwung, Jakarta Timur. Langkah pertama yang dilakukan Pemprov DKI adalah pembangunan sheet pile atau dinding turap di sisi Kali Ciliwung.  Prioritas utama beliau adalah pembangunan jalan inspeksi, waduk dan dinding turap.










Ahok ingin mengembalikan lebar sungai yang seperti semula.  Penertiban permukiman kumuh warga Kampung Pulo, lanjut dia, merupakan program lanjutan penertiban 13 ruko permanen yang berdiri di bantaran Kali Ciliwung. Dinding turap berfungsi untuk menahan laju air kiriman dari Bogor saat musim penghujan.  Selain membangun dinding turap,  Basuki juga akan membangun jalan inspeksi. Tak hanya itu, dirinya juga berencana membangun rumah susun di lahan bekas permukiman warga.
 Namun, pembangunan dijalankan setelah relokasi dilakukan di kedua sisi Kali Ciliwung. Target Gubernur DKI Jakarta ini agar tahun ini kampung pulo tidak banjir lagi. Setelah merelokasi warga ke Rusun Jatinegara Barat, ia melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) akan melaksanakan normalisasi Kali Ciliwung. Sebab, lebar sungai awalnya 20-50 meter. Namun, yang tersisa saat ini 3-5 meter saja. 

Ahok menyatakan akan tetap mempertahankan bangunan-bangunan kuno yang ada di kawasan Kampung Pulo. Beliau ingin ada bangunan berarsitektur Belanda, kuburan tua atau masjid yang tua, model klenteng, yang di buat eco tourism atau eco historial. Ahok juga ingin membuat angkuran di Kali Ciliwung sehingga masyarakat atau pengunjung di sana bisa jalan-jalan.   

Setelah meratakan sekitar 500 rumah di Kampung Pulo dan membangun turap beton di gigir Ciliwung, pemerintah Jakarta mengarahkan pembongkaran ke Bukit Duri, yang berada di seberang Kampung Pulo.  Meski belum jelas rencana penggusuran itu, Kelurahan Bukit Duri sudah mendata rumah-rumah yang akan terkena dampak proyek normalisasi. Penduduk diminta mengisi formulir data keluarga serta data rumah dan luas tanah di kertas yang dibagikan staf kelurahan. Lurah Bukit Duri Mardi Youce mengatakan akan mencocokan dengan peta bidang dari Badan Pertanahan Nasional.  Warga Bukit Duri pun resah mendengar kabar-kabar yang tak pernah diikuti konfirmasi secara resmi oleh pemerintah itu. Selama ini, tak ada petugas dari kecamatan atau kelurahan yang mensosialisasi rencana normalisasi tersebut di kampung mereka.Jack Jasandi Ketua RT 05 RW 12 Bukit Duri mengatakan kalaupun mau di tertibkan daerahnya, mereka tidak ingin bentrok seperti kejadian di kampung pulo.

Keresahan ini sampai juga ke telinga Ahmad Yani, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Yani datang ke Bukit Duri dua pekan lalu ditemani anggota Fraksi PKS lainnya, Rifkoh Abriani. Pertemuan dengan tokoh masyarakat dan ketua-ketua RT itu berlangsung di Masjid Al-Hidayah, RT 05 RW 12. Kepada warga Bukit Duri, Yani menyarankan agar mereka mengikuti proses yang ada. Seusai dengan prosedur, kata dia, jika benar akan ada penggusuran, pemerintah pasti melakukan sosialisasi. Yani bersedia menjembatani pertemuan dengan Gubernur Ahok jika sosialisasi yang diadakan belum mengakomodasi keinginan masyarakat.

Selain politikus PKS, kata Jack, politikus Gerindra Jakarta datang ke Bukit Duri untuk menawarkan bantuan serupa. Syarif, Wakil Ketua Gerindra Jakarta yang juga datang, menawarkan bantuan dan mempertemukan penduduk dengan Gubernur Ahok. Saat dimintai konfirmasi, Syarif menyangkal sudah bertemu dengan warga Bukit Duri. Syarif hanya menugasi staf untuk turun ke lapangan melihat kondisi di Bukit Duri dan Bidara Cina yang konon akan di gusur. Permohonan audiensi kata Syarif sudah banyak ia terima. Namun ia belum punya jadwal ke sana.

Bidara Cina juga termasuk daerah yang akan digusur. Berbeda dengan Bukit Duri dan Kampung Pulo, kelurahan ini akan dibersihkan untuk membangun inlet bagi terowongan bawah air Ciliwung yang dibuang ke Kanal Banjir Timur. Pipanya sudah sampai Jalan Otto Iskandar Dinata, atau separuh dari 1,37 kilometer yang direncanakan. Direktur Komunitas Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi, mengingatkan agar diplomasi politikus tak memecah-belah warga korban penggusuran. Ciliwung Merdeka, yang mendampingi warga Kampung Pulo, gagal memasukan usul pembangunan kampung susun, yang tak membutuhkan relokasi, karena satu dari tiga rukun warga meminta ganti uang atas tanah dan bangunan mereka.

Permintaan itulah, kata Sandyawan, yang membuat Gubernur Ahok menolak usul kampung susun. Sumardi khawatir masuknya politikus ke Bukit Duri memakai pila yang sama di kampung pulo, yakni menyarankan ganti rugi.



B.  IZIN MEMBANGUN BANGUNAN MENURUT UU
Pembangunan bangunan illegal di daerah Jakarta sangatlah mudah untuk di temukan. Walaupun sudah ada peraturan yang mengatur (UUD) tetap saja masih banyak masyarakat yang masih melanggar peraturan tersebut. Masih banyak masyarakat yang mengganggap enteng peraturan tersebut. Untuk membangun sebuah bangunan, harus membutuhkan lahan yang hak milik orang itu sendiri dan surat Izin Membangun Bangunan (IMB).

Berdasarkan ketentuan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“UUBG”), rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara untuk hunian termasuk dalam kategori bangunan gedung. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung (Pasal 7 ayat [1] UUBG). Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan (Pasal 7 ayat [2] UUBG). Pembangunan suatu gedung (rumah) dapat dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk izin mendirikan bangunan (Pasal 35 ayat [4] UUBG). Memiliki IMB merupakan kewajiban dari pemilik bangunan gedung (Pasal 40 ayat [2] huruf b UUBG).

Pengaturan mengenai IMB diatur lebih lanjut dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“PP 36/2005”). Setiap orang yang ingin mendirikan bangunan gedung harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan yang diberikan oleh pemerintah daerah (Pemda) melalui proses permohonan izin (Pasal 14 ayat [1] dan [2] PP 36/2005). Permohonan IMB kepada harus dilengkapi dengan (Pasal 15 ayat [1] PP 36/2005):
a.    tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah;
b.    data pemilik bangunan gedung;
c.    rencana teknis bangunan gedung; dan
d.    hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.

Untuk wilayah DKI Jakarta, mengenai IMB diatur dalam Pergub DKI Jakarta No. 85 Tahun 2006 tentang Pelayanan Penerbitan Perizinan Bangunan (“Pergub 85/2006”). Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Pergub 85/2006, pemberian IMB diterbitkan berdasarkan Permohonan Izin Mendirikan Bangunan-Penggunaan Bangunan yang disampaikan melalui Seksi Dinas Kecamatan atau Suku Dinas. Selanjutnya, IMB diterbitkan oleh Seksi Dinas Kecamatan atau Suku Dinas atau Dinas (Pasal 3 ayat [3] Pergub 85/2006). Dinas yang dimaksud adalah Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Provinsi DKI Jakarta.

Bagaimana jika pemilik rumah tidak memenuhi kewajiban persyaratan pembangunan rumah termasuk memiliki IMB? Pemilik rumah dalam hal ini dapat dikenai sanksi administratif dikenakan sanksi penghentian sementara sampai dengan diperolehnya izin mendirikan bangunan gedung (Pasal 115 ayat [1] PP 36/2005). Pemilik bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung dikenakan sanksi perintah pembongkaran (Pasal 115 ayat [2] PP 36/2005). Selain sanksi administratif, pemilik bangunan juga dapat dikenakan sanksi berupa denda paling banyak 10% dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun (Pasal 45 ayat [2] UUBG).

Kemudian, bagaimana jika bangunan tersebut sudah terlanjur berdiri tetapi belum memiliki IMB? Berdasarkan Pasal 48 ayat (3) UUBG disebutkan bahwa:
“Bangunan gedung yang telah berdiri, tetapi belum memiliki izin mendirikan bangunan pada saat undang-undang ini diberlakukan, untuk memperoleh izin mendirikan bangunan harus mendapatkan sertifikat laik fungsi berdasarkan ketentuan undang-undang ini.”

 Jadi, kewajiban untuk melengkapi setiap pembangunan rumah dengan IMB berlaku kepada setiap orang, dan tidak ada pengecualian tertentu untuk penduduk asli Jakarta sekalipun. Memang dalam pratiknya, pelaksanaan kewajiban untuk melengkapi pembangunan rumah dengan IMB berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat dan juga penegakan hukum dari pihak pemerintah daerah.



C.  AKIBAT PENYEMPITAN LAHAN
Padahal jika kita pikirkan kembali, lahan menyempit banyak sekali kerugian dan dampak yang di timbulkan. Lahan menyempit bisa menyebabkan banjir, biota-biota air menjadi hilang, ekosistem ikan terganggu dan masih banyak lagi. Lahan menyempit menyebabkan banjir karena, daerah resapan air menjadi menyempit sehingga air pun meluap dan menyebabkan banjir. Seperti contohnya sungai ciliwung yang sudah di katakan tadi, sungai yang lebar awalnya sebesar 20-50 meter tetapi yang tersisa hanya tinggal 2-3 meter saja. Sungguh ironis sekali, bayangkan jika skala 1%-100%, yang tersisa hanya tinggal 10% saja. Tidak heran jika jakarta menjadi langganan banjir setiap tahunnya. Jika bisa saling menyalahkan, yang paling bisa di salahkan adalah penduduk yang tinggal secara illegal yang tinggal di bantaran sungai itu, karena memang tidak seharusnya mereka membuat tempat tinggal (semi permanen) di tempat resapan air seperti itu. Belum lagi dengan perilaku mereka yang kebanyakan atau mungkin hampir semua warga masyarakat yang tinggal disana melakukan pembuangan sampah sembarangan seperti langsung ke sungai. Sehingga membuat aliran sungai mampat dan timbulah banjir yang setiap tahun terjadi.

Ekosistem perairan yang ada di sungai juga bisa sangat terganggu, jika kita bandingkan ciliwung dahulu dan ciliwung sekarang mungkin sangat jauh perbedaannya. Dahulu masih banyak di temukan ikan di sekitar sungai ciliwung ini, malahan dulu ciliwung terkenal dengan kejernihan airnya, tapi sekarang ? airnya kotor, sungainya menjadi kecil, dan mungkin sangat sedikit atau mungkin tidak sama sekali ikan yang hidup disana. Mungkin yang tersisa hanya ikan sapu-sapu saja. Bagaimana tidak, jika keadaannya seperti sekarang sangat sulit menemukan ikan yang bisa hidup di sana. Airnya tercemar karena sampah yang di buang warga di bantaran sungai ke sungai ciliwung. Ekosistemnya pun menjadi mengecil sebab direklamasinya sungai tersebut secara illegal untuk di buat bangunan tempat tinggal, sehingga ekosistem pun menjadi tidak seimbang di sungai tersebut.



D.  TINDAKAN PEMERINTAH
Tapi jika melihat pemerintah Jakarta yang sekarang, Jakarta sudah banyak perubahannya. Jakarta menjadi kota yang lebih baik. Gubernurnya yang tegas dan berani dalam mengambil tindakan. Jika di bandingkan dengan pemerintahan yang sebelumnya, mungkin pemerintah terlalu takut dengan rakyat dan tidak mau mengambil resiko. Basuki Tjahaja Purnama yang lebih dikenal Ahok. Beliau adalah gubernur jakarta pemerintahan sekarang. Ahok tidak perduli dengan bagaimana amukan massa jika ia melakukan sesuatu perubahan seperti menggusur pembangunan illegal yang berada di bantaran sungai. Masyarakat disana berpikiran bahwa Ahok tidak mementingkan kehidupan warga yang tinggal di bantaran sungai. Padahal beliau sudah menemukan solusi seperti membangun rusun untuk warga yang kurang mampu dan memberikan harga sewaannya yang sangat ekonomis dan terjangkau. Beliau banyak di caci maki oleh rakyat di sana padahal ia hanya ingin membawa perubahan yang baik bagi kehidupan rakyat Jakarta. Ahok hanya ingin membuat jakarta tidak banjir lagi dan mengembalikan lebar sungai ciliwung yang seperti dulu. Padahal pada masa pemerintahan Ahok Jakarta menjadi lebih bersih dan tidak kumuh seperti dahulu.
Bisa di lihat perbedaanya dari foto di bawah ini.




Di sebelah kiri adalah foto Jakarta pada zaman dahulu, masih asri, airnya tidak ada sampah yang menggenang, lebar sungai masih bagus, dan terdapat banyak pohon sehingga terdapat tempat resapan air. Sedangkan di sebelah kanan adalah foto Jakarta sekarang, bisa dilihat sampahnya banyak sekali tergenang dan airnya pun kotor dan tercemar.
Di Jakarta pada pemerintahan sekarang Jakarta sudah banyak mengalami perubahan. Seperti contohnya timbunan sampah yang berada di ciliwung hari ke hari sudah mengalami pengurangan, dan sekarang tumpukan sampah pun hari ke hari sudah hilang. Seperti yang sudah di bahas sebelumnya bangunan illegal pun yang berada di pinggir sungai pun sudah di lakukan penertiban dan penggusuran. Jakarta pun sudah lebih baik dari sebelumnya, karena tindakan berani yang di lakukan oleh pemerintah sekarang. Gubernur DKI Jakarta sekarang atau Ahok, telah mengubah kawasan kumuh di Jakarta menjadi taman kota nan indah. Tidak ada yang menyangka kalau dahulu tempat itu pernah menjadi salah satu tempat kumuh yang ada di Jakarta. 

Berikut adalah beberapa dokumentasi tentang perubahan yang terjadi pada Jakarta:



















BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Dari makalah di atas kita bisa menyimpulkan bahwa masyarakat masih kurang perduli terhadap lingkungan. Walaupun sudah ada peraturan yang mengatur dan bersifat mutlak seperti Undang-Undang dan sudah di tetapkan sanksi bagi yang melanggar, tapi karena masyarakat masih kurang perduli terhadap hukum dan lingkungan. Jadi masih banyak yang melanggar peraturan tersebut. Seperti yang di bahas dalam makalah ini, yaitu Pembangunan Illegal di Jakarta. Masih banyak di temukan contoh permasalahan seperti ini di Jakarta. Mereka pun membangunnya tanpa memikirkan dampak yang di timbulkan, dan ironisnya mereka bisa-bisanya meminta ganti rugi terhadap bangunan yang sudah di bangun. Padahal mereka mendirikan bangunan itu di tanah yang bukan milik mereka. Walaupun sudah di lakukan solusinya tetapi mereka masih bersih keras untuk meminta ganti rugi atas di bangunnya bangunan itu.

Di pemerintahan yang sekarang pun pemerintah sudah melakukan tindakan yang tepat dan berani menanggung resiko atas amukan massa yang terjadi. Banyak orang yang memandang sebelah mata Gubernur DKI Jakarta sekarang, karena Gubernur DKI sekarang di anggap tidak perduli terhadap rakyat kecil. Mereka mengatakan demikian atas dasar di gusurnya rumah mereka, di gusurnya tempat berjualan mereka dan masih banyak lagi. Namun itu semua di lakukan atas dasar membuat Jakarta menjadi lebih baik lagi, menjadi lebih bersih dan lebih tertata. Selain itu pemerintahan di Jakarta pun sudah melakukan solusi dengan membangun rusun bagi warga yang dulunya tinggal di bantaran sungai. Pemerintah melakukan relokasi tempat dan membuat penawaran yang harga sewanya sangat terjangkau. Tapi masih banyak masyarakat yang menilai hanya sebelah mata, dan masih banyak di temukan warga yang melakukan demo karena pemukiman mereka yang telah di tertibkan. Bisa di lihat dari hasil dokumentasi yang ada pada makalah ini, kalau Jakarta sudah banyak mengalami perubahan yang signifikan, dan menurut saya pemerintah sekarang berhasil mengubah Jakarta menjadi lebih baik.

B.  SARAN
Saran saya, sebaiknya masyarakat DKI Jakarta harus bisa menerima perubahan yang lebih baik, dan juga jangan memandang buruk sebuah perubahan. Lalu seharusnya masyarakat sudah mempunyai pikiran akan dampak yang di timbulkan kalau mereka melakukan kegiatan yang merugikan lingkungan sekitar, seperti halnya pembangunan bangunan illegal itu. Mungkin karena rata-rata pendidikan masyarakat kurang mampu di Jakarta kurang, jadi mereka kurang mengerti akan dampak yang di timbulkan. Pemerintahan DKI Jakarta juga mungkin bisa memberikan pendidikan untuk masyarakat yang notabene kurang mampu. Untuk orang-orang dewasanya mungkin bisa di berikan pelajaran dan arahan mengenai dampak lingkungan dan sadar akan hukum yang berlaku. Pemerintah bisa melakukan sosialisasi mengenai hukum apa saja yang berlaku mengenai pembangunan illegal itu agar masyarakat mengerti, dan mungkin memperberat sanksi yang di berikan jika ada masyarakat yang melanggar jadi ada efek jera sehingga masyarakat takut atau segan untuk melakukan pembangunan illegal lagi.




DAFTAR PUSTAKA




·         http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/25/11185691/Rencana-rencana.Ahok.di.Balik.Penertiban.Kampung.Pulo



Komentar

  1. Sudah pernah ke Rusunawa yg sekarang dihuni oleh warga kampung pulo? kalau kamu lihat kesana, kamu bisa lihat gak semua warga bahagia tinggal disana. Harga rusun 300rb tp mesti bayar air dan listrik hingga lebih dari 600rb.

    Kamu tahu? berapa pendapatan warga disana? berapa jumlah anggota rumah tangga dalam satu rumah?
    Pengeluaran yang dikeluarkan di rusun justru menyiksa hidup mereka.

    Hampir seluruh warga kp. pulo yg digusur lahirnya di Jakarta lo. Nenek2 kakek2 yang tinggal disitu, dari jaman sebelum merdeka mereka lahir disitu, sampe anak cucu cicitnya. Kamu bayangin gimana gak rusuh, mereka berpuluh-puluh tahun hidup disitu dan digusur sama ahok yg justru baru jadi gubernur Jakarta. Kamu kira enak tinggal di rusun jika penghasilan keluargamu rendah?
    Mikir dong, masih banyak yang stress karena nunggak sewa rusun.

    Digusur sih oke aja, tapi bayar rusun nya coy... makannya warga pada minta ganti rugi. Mereka memang berdiri di tanah negara, tp mereka punya surat/sertifikat rumah. Makannya dianggap ilegal...

    BalasHapus
    Balasan
    1. mohon maaf sebelumnya, tapi ini kan menurut pendapat dan pandangan saya. tapi seharusnya kalau memang mereka berdiri di tanah negara, mereka tidak seharusnya punya sertifikat.mungkin pada masa pemerintahan sebelumnya banyak oknum yang membuat setifikat itu.
      kan orang berpendapat ada pro dan kontra. terimakasih

      Hapus
  2. Penggusuran dengan alih-alih direlokasi ke rusun dan ternyata seperti yang dikabarkan mas Ayub, banyak yang tidak mampu membayar uang sewa. Seharusnya Pemerintah bukan hanya menggusur,tetapi membuat solusi yang nyata untuk membantu mereka memperoleh kerja/bisa membuat lapangan kerja baru. Terima kasih.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teknologi Penahan Gempa Pendulum Power untuk Gedung Bertingkat (Universitas Gunadarma Review)

ILMU UKUR TANAH dalam Teknik Sipil

TEKNIK SIPIL